Minggu, 28 Juni 2020

KERUSAKAN PADA BETON BERTULANG, KERUSAKAN CAMPURAN ASPAL DAN PENANGANANNYA

KERUSAKAN PADA BETON BERTULANG

Kerusakan dan Perkuatan Yang Sering Terjadi Pada Beton Bertulang


Dalam istilah dunia konstruksi, kita mengenal beton bertulang. Beberapa jenis beton ini menggunakan reinforced concrete maupun prestressed concrete yang menggunakan baja untuk strukturnya. Meskipun dalam pelaksanaan proses konstruksi sudah dilakukan dengan sebaik mungkin, namun terkadang kerusakan kecil bahkan besar bisa saja terjadi.

Seringkali, kerusakan yang terjadi pada beton bertulang tidak dapat dihindarkan dikarenakan banyak faktor, seperti faktor alam yang tak bisa dicegah maupun faktor kimiawi. Lebih jelasnya, berikut ini akan dibahas beberapa penyebab kerusakan dan juga cara mengatasinya:

Kerusakan yang sering terjadi dalam beton bertulang

Pada umumnya, kerusakan yang terjadi dibagi menjadi beberapa kategori, yakni:

1.     Retak (cracks)
Retak merupakan kejadian pecah pada beton, berupa garis-garis panjang yang sempit. Retak ini biasa terjadi akibat cuaca yang panas dan berangin. Jenis kerusakan ini sifatnya dangkal dan saling berhubungan. Kerusakan akibat keadaan alam pada beton dengan steel structure (reinforced concrete) maupun prestressed concrete memang seringkali tidak bisa dihindari. Dengan penanganan yang tepat, kerusakan ini tidak akan menimbulkan permasalahan berarti bagi konstruksi.

2.     Lubang-lubang pada beton bertulang (void)
Voids  merupakan istilah untuk menggambarkan kondisi kerusakan pada beton bertulang, berupa lubang-lubang yang ukurannya relatif dalam dan lebar. Penyebabnya ialah proses pemadatan yang dilakukan dengan vibrator yang kurang maksimal dan  terlalu sempitnya jarak antara bekisting dengan tulangan atau frame. Yang sering  terjadi adalah jarak antar tulang yang terlalu sempit hingga mortar tidak bisa mengisi rongga atau pori-pori antara agregat kasar dengan sempurna.

3.     Kelupasan dangkal pada permukaan (scalling/ erosion/spalling)
Kelupasan dangkal pada permukaan beton bertulang merupakan jenis kerusakan yang umum terjadi. Penyebabnya ialah adanya eksposisi yang berulang terhadap proses pembekuan dan pencairan hingga permukaan beton bisa terkelupas (scalling).
Ada pula jenis kerusakan lain yang menyebabkan permukaan beton terkelupas, yakni  spalling, yakni melekatnya material di permukaan bekisting yang menyebabkan permukaan beton terkelupas.

4.     Lekatan baja beton
Inilah jenis kerusakan lain yang umum terjadi pada beton bertulang. Kerusakan ini sering terjadi pada komponen struktur penunjang bangunan sipil. Perlu diketahui bahwa lekatan dipengaruhi oleh tingkat kekasaran sebuah permukaan baja dan kualitas beton di sekitar bagian tulangan. Jika kelekatan gagal terjadi atau kurang sempurna, maka akan membuat menurunnya daya dukung pada struktur. Hal ini bsia menyebabkan deformasi. Yang lebih parah bisa menyebabkan runtuhnya struktur konstruksi.
Penyebab lain dari kegagalan kelekatan ialah adanya korosi pada tulangan, terjadinya kebakaran, atau bisa jadi karena terlalu tipisnya selimut beton.

5.     Adanya serangan kimia
Beberapa bahan kimia digunakan dalam proses konstruksi beton tulangan, baik steel structure maupun baja. Seperti penggunaan fly ash  pada campuran beton yang berpotensi bisa memberi pengaruh pada  beton terutama pada lingkungan bersulat. Selain itu, adanya tegangan internal bisa juga terjadi akibat dari mengembangnya unsur kimia tertentu pada beton, seperti Ca (OH)2 dengan unsur kimia penyerang.

6.     Penurunan pondasi
Pada sebagian konstruksi, kondisi tanah kurang mendukung untuk bangunan yang kokoh dan berkualitas. Beberapa kasus yang terjadi ialah daya dukung tanah tidak seragam pada sebagian lingkungan bangunan. Hal inilah yang menjadikan perbedaan dan penurunan pondasi. Sedangkan komponen yang sering rusak ialah pada dinding pengisi.

Menghindari kerusakan pada beton tentu terdengar agak mustahil, tetapi anda bisa meminimalisir kerusakan. Bagaimana caranya? Anda harus mengetahui penyebab kerusakan pada beton agar bisa meminimalisir kerusakan. Beberapa hal yang biasa menjadi penyebab kerusakan pada beton adalah sebagai berikut: 

7.   Penggunaan vibrator yang salah menjadi salah satu penyebab utama kerusakan pada beton. Anda bisa memaksimalkan penggunaan vibrator tapi hanya untuk proses pemadatan sesuai dengan aturan yang berlaku.

8.   Tinggi jatuh pengecoran, untuk menghindari kerusakan ini anda bisa melakukan pembatasan tinggi jatuh pengecoran 2-4 feet dan jatuhkan campuran secara vertikal.

9.   Kesalahan pembesian, pastikan anda sudah melakukan pemeriksaan terhadap tulangan sebelum melakukan pemasangan bekisting. Lakukan pemasangan sesuai SNI agar tidak terjadi masalah di kemudian hari.

10.        Kesalahan pelepasan bekisting, dalam hal ini anda harus mendapat persetujuan dari pihak kontraktor dengan melihat hasil uji kuat tekan.

11.        Dilatasi pengecoran, untuk hal ini seharusnya pengecoran dilakukan selapis demi selapis. Jangn terlalu tebal (maksimal 500 mm) dan pastikan tebalnya tidak melebihi panjang batang penggetar.

12.        Kegagalan design, pastikan bahwa desain struktur sudah sesuai dengan rencana awal. Pengecekan awal dan berkala selama proses konstruksi dilakukan sangat penting untuk menghindari kegagalan design yang menyebabkan beton rusak.

13.        Kesalahan saat proses curing, untuk mencegah hal ini anda harus mengikuti semua ketentuan yang berlaku dalam SNI tentang lama curing dan bagaimana cara curing yang benar.

14.        Beban tambahan yang tidak sesuai, agar tidak terjadi anda bisa berdiskusi terlebih dahulu dengan pihak konsultan perencana. Jika terpaksa ada penambahan beban, maka perkuatan struktur harus dilakukan terlebih dahulu.

15.        Faktor cuaca, untuk semua jenis beton, penyebab kerusakan berupa faktor cuaca seringkali tidak bisa dihindari. Namun dengan penanganan yang tepat maka konstruksi tidak akan terganggu.

Perkuatan pada beton bertulang

Untuk mengatasi kerusakan yang terjadi pada beton bertulang baik dengan structur besi maupun baja, maka harus dimulai dengan tahap pemilihan bahan perkuatan yang baik dan tepat.

Pemilihan material ini merupakan persyaratan wajib untuk perbaikan yang tahan lama. Salah satu solusi untuk perkuatan ini ialah dengan material yang bersifat cementitious yang jadi pilihan terbaik untuk perkuatan beton yang rusak.

Pada kondisi tertentu, juga disyaratkan bahwa perkuatan harus mencakup pula ketahanan terhadap serangan bahan kimia hingga terkadang material lain dipilih dengan pertimbangan tersebut. Jadi, material perbaikan bersifat fleksibel sesuai kebutuhan dan sesuai dengan kerusakan yang terjadi.

Beberpa pertimbangan untuk memilih material perkuatan ialah: kemudahan perbaikan, pembiayaan, seberapa terampil pekerja dalam memperbaiki, serta peralatan yang dimiliki untuk perbaikan.

Syarat-syarat yang harus ada dalam material perbaikan

·         Memiliki stabilitas dimensional
Salah satu syarat utama untuk memilih materi perkuatan pada beton ialah adanya lekatan yang sempurna dan maksimal antara material yang baru dan beton yang rusak.
Sering kali yang terjadi ialah adanya kerusakan pada kelekatan akibat perubahan dimensional yang diakibatkan oleh penyusutan. Sehingga material yang dipakai untuk perbaikan haruslah bebas susut ataupun jika mengalami penyusutan tidak akan merusak lekatan pada beton yang lama.

·         Koefisien ekspansi thermal
Perlu diketahui bahwa semua material dalam konstruksi akan mengalami ekspansi dan kontraksi saat terjadi perubahan temperatur udara di lingkungan. Perubahan yang terjadi tergantung pada koefisien ekspansi thermal material tertentu. Misalnya, untuk beton, koefisien ekspansi thermal adalah 0,000006 hingga 0,000012 cm per derajat celcius.
Maka dari itu, pemilihan material untuk perkuatan beton bertulang harus dipilih dengan tepat. Jika komposisi dari dua material dengan koefisien thermal jauh berbeda dan mengalami perubahan temperatur maka akan mengakibatkan kerusakan pada beton bertulang berupa garis lekatan.

·         Modulus elastisitas
Istilah di atas untuk menggambarkan ukuran kekakuan pada sebuah material. Suatu bahan atau material dengan modulus elastisitas yang tinggi tidak akan mengalami deformasi sebanyak material dengan modulus elastisitas rendah, terutama ketika menerima beban.

Dengan demikian, pemilihan material juga harus mempertimbangkan aspek ini, dimana jika dua material dengan modulus elastisitas berbeda berada dalam satu kontak maka bisa menyebabkan  material dnengan modulus elastisitas rendah akan meleleh, melengkung atau menggelembung jika menerima beban. Selain itu, susut atau pergerakan thermal yang terjadi pun dapat menyebabkan beton kehilangan lekatan.

Jenis-jenis bahan perkuatan beton bertulang

Sesuai dengan syarat di atas, maka ada beberapa jenis material yang bisa diaplikasikan untuk perkuatan beton bertulang, yakni:

1. Material yang bersifat cementitious

Material yang satu ini dalam digunakan untuk perbaikan beton dengan bantuan admixture yang bisa menghasilkan sifat kohesif, capaian kekuatan cepat, dan daya tahan terhadap susut.

Material perbaikan dalam jenis ini adalah:

·         Beton, grout, mortar yang diaplikasikan untuk mengganti total penampang.

·         Mortar dan beton dengan modifikasi tertentu, yakni penambahan latex untuk melapisi kembali permukaan lantai bangunan atau jembatan saat ada kerusakan.

·         Grout, mortar, dan beton yang telah melalui penambahan polimer.

·         Dry pack, yakni mortar berbahan dasar semen portland yang tidak akan mengalami

·         Shotcrete/ sprayed concrete/ sprayed mortar, dibuat dari bahan-bahan sama seperti pembentuk beton (semen, air, agregat).

2. Material berbahan dasar resin

Pembuatan material ini atas dasar epoxy resin, yakni resin untuk injeksi. Ada yang terdiri dari pasir halus, ada pula yang dicampur dengan agregat kasar berukuran kecil.

3. Elastomeric sealants

Material ini digunakan untuk memperbaiki retak yang mengalami pergerakan cukup signifikan. Ada dua tipe yang bisa digunakan, yakni hot-applied dan cold applied.

4. Silicones

Material ini digunakan untuk perkuatan apabila ada masalah uap air melalui dinding. Larutan silicone di semprotkan pada didining hingga silicon resin tertinggal dalam pori dinding dan mencegah kerusakan.

5. Bentonite

Material bubuk dari debu vulkanik ini dapat mengabsorbsi air dengan jumlah banyak sehingga efektif digunakan sebagai penghalang air.

6. Bituminous coating

Material berbahan dasar berupa aspal yang diaplikasikan untuk perlindungan terhadap pelapukan pada beton atau waterproofing.

7   Untuk kerusakan retak-retak, perbaikan bisa dilakukan dengan injeksi menggunakan epoxy/resin atau produk lain yang khusus untuk injeksi beton.
8   Kerusakan retak cukup lebar dan beton pecah namun tulangan masih baik, perbaikan beton dapat dilakukan dengan cara beton dibersihkan dan dikasarkan kemudian di grouting ulang.
9    Jika kerusakan sudah serius maka cara perbaikan yang bisa dilakukan adalah menambah ketebalan pelat. Penebalan pelat bisa dilakukan pada sisi bawah pelat. Yang perlu diperhatikan dalam penebalan plat adalah dipastikan kelekatan beton lama dan baru bekerja dengan baik.

10.Pada beton bagian dalam mengalami spalling atau rusak, namun tulangan tidak rusak. Cara perbaikan beton dengan grouting. Grouting adalah memberikan campuran adukan beton dengan bahan khusus dengan mutu tinggi.
11   Beton pecah disertai dengan disertai buckling pada tulangan. Cara perbaikan dilakukan dengan tulangan yang buckling dipotong dan diganti tulangan baru dan diberi sengkang, lalu di grouting/cor beton mutu tinggi. Alternatif lain bisa diberi perkuatan sengkang, grouting dan jacketting atau pembesaran ukuran kolom beton.


KERUSAKAN CAMPURAN ASPAL DAN PENANGANANNYA


JENDELA MEDIA ANAK BANGSA: August 2011


1.     Retak lelah dan deformasi pada semua lapisan perkerasan aspal

Jenis kerusakan jalan aspal yang berupa retak lelah dan deformasi di hampir semua lapisan jalan ini terutama bisa ditemui di jalan-jalan antar provinsi. Penyebabnya tak lain banyaknya kendaraan berat yang lalu lalang seperti bus dan truk. Beban kendaraan yang berat mengakibatkan di setiap lapisan perkerasan terjadi regangan dan tegangan. Beban kendaraan yang terus melintas pada akhirnya membuat munculnya retak lelah serta deformasi.

Jika retak lelah dan deformasi dibiarkan saja, maka ketika musim hujan bisa dipastikan air akan masuk ke dalam retakan dan mengubah retakan menjadi lubang yang semakin lama semakin besar. Karena itu sebaiknya begitu terjadi retak lelah dan deformasi, perbaikan harus segera dilakukan dengan penambalan-penambalan.

Jalan-jalan dengan perkerasan aspal sesungguhnya tidak cocok dilalui oleh jenis-jenis kendaraan berat. Kendaraan berat sebaiknya diarahkan untuk melintasi jalan-jalan beton yang memiliki struktur lebih kuat dibandingkan jalan-jalan dengan perkerasan aspal.

2.     Retak

Ada berbagai jenis retak yang bisa terjadi pada jalan perkerasan aspal, antara lain retak kulit buaya, retak pinggir, retak sambungan bahu, retak refleksi, retak susut, dan retak slip. Salah satu faktor terbesar penyebab retak tersebut adalah buruknya sistem drainase jalan. Karena itu, solusinya tak cukup hanya dengan menambal retakan-retakan yang ada. Sistem drainase perlu dibangun sehingga jenis kerusakan yang sama tidak terjadi lagi.

Sistem drainase yang baik untuk perkerasan jalan aspal harus bisa membuang atau mengalirkan air dengan cepat ke saluran drainase buatan ataupun ke sungai. Sistem drainase ini juga harus mampu membuang air hujan atau air dari sumber-sumber lainnya dan mengendalikan air bawah tanah yang bisa menyebabkan erosi atau kelongsoran. Sistem drainase yang sudah dibangun harus benar-benar terawat dan berfungsi. Sistem drainase perlu dibersihkan secara berkala dari sampah dan rumput agar tetap bisa mengalirkan air dengan lancar.

Idealnya, pembangunan jalan dengan perkerasan jalan aspal harus disertai pula dengan pembangunan sistem drainase. Jika tidak, bisa dipastikan kerusakan jalan aspal tak bisa dihindari. Dalam membangun sistem drainase jalan, ada beberapa hal yang penting untuk diperhatikan antara lain, kondisi topografi sepanjang jalan untuk menentukan bentuk dan kemiringan yang mempengaruhi aliran air, analisa curah hujan maksimum dalam satu tahun pada daerah di area jalan aspal, dan perencanaan sistem drainase agar tidak mengganggu drainase yang telah ada.

3.     Distorsi

Distorsi atau perubahan bentuk pada perkerasan jalan aspal bisa terjadi dikarenakan tanah dasar yang lemah dan pemadatan yang kurang optimal di lapisan pondasi. Distorsi yang terjadi pada jalan aspal bisa berupa amblas, jembul, keriting dan alur.

Kerusakan jalan aspal berupa distorsi tidak cukup diperbaiki hanya dengan melakukan penambalan saja. Perbaikan kerusakan distorsi terbilang cukup rumit dan memakan waktu yang tak sebentar. Distorsi pada jalan perkerasan aspal sebaiknya diperbaiki dengan menggaruk kembali, dipadatkan kembali, lalu dilakukan penambahan lapisan permukaan baru.

Tahap pemadatan pada proses pembangunan jalan memang harus dilakukan dengan cermat. Pemadatan wajib dilakukan untuk meningkatkan kekuatan tanah, memperkecil pengaruh air terhadap tanah dan memperkecil daya rembesan air pada tanah. Tahap pemadatan ini dilakukan lapisan demi lapisan sehingga diperoleh kepadatan yang ideal.

Tahap pemadatan ini umumnya menggunakan alat bantu. Contohnya saja penggilas three wheel roller atau penggilas Mac Adam dengan bobot antara 6 ton hingga 12 ton yang digunakan untuk memadatkan material berbutir kasar, tandem roller dengan bobot antara 8 ton sampai dengan 14 ton yang berfungsi untuk mendapatkan permukaan lapisan yang agak halus, dan pneumatik tired roller yang cocok dipakai untuk penggilasan tanah lempung, pasir dan bahan yang granular.

4.     Kegemukan

Kerusakan kegemukan yang dimaksudkan berupa permukaan jalan aspal yang menjadi licin. Kerusakan ini terjadi saat temperatur naik sehingga aspal menjadi lunak dan jejak roda kendaraan akan membekas pada permukaan lapisan jalan. Kerusakan yang disebut kegemukan ini biasanya terjadi pada jalan aspal yang menggunakan kadar aspal tinggi pada campuran aspal atau dikarenakan pemakaian aspal yang terlalu banyak pada tahapan prime coat. Kerusakan jenis ini biasanya dapat diatasi dengan menghamparkan atau menaburkan agregat panas yan kemudian dipadatkan. Atau bisa juga dilakukan pengangkatan lapisan aspal dan lantas diberi lapisan penutup.

5.     Lubang-lubang

Kerusakan jalan aspal berupa lubang-lubang dapat terjadi ketika retakan-retakan dibiarkan tanpa perbaikan sehingga akhirnya air meresap dan membuat rapuh lapisan-lapisan jalan. Lubang-lubang yang awalnya kecil ini bisa berkembang menjadi lubang-lubang berukuran besar yang dapat membahayakan pengguna jalan.

Lubang-lubang pada jalan aspal tersebut bisa diperbaiki dengan membersihkan lubang-lubang terlebih dahulu dari air serta dari material-material yang lepas. Setelah itu bongkar lapisan permukaan dan pondasi sedalam mungkin agar bisa mencapai lapisan yang paling kokoh. Barulah kemudian tambahkan lapisan pengikat atau tack coat. Lantas isi dengan campuran aspal dengan cermat. Padatkan lapisan campuran aspal tersebut dan haluskan permukaannya sehingga sama rata dengan permukaan jalan lainnya.

Lubang-lubang jalan aspal yang ditambal tanpa dibersihkan atau dibongkar terlebih dahulu hanya akan menghasilkan tambalan yang rapuh. Akibatnya lubang kembali terjadi hanya beberapa saat setelah penambalan dilakukan.

6.     Pengausan

Kerusakan pengausan ditandai dengan permukaan jalan aspal yang menjadi licin. Kerusakan ini sepertinya terlihat sepele, padahal kenyataannya kerusakan ini bisa membahayakan pengguna jalan. Kendaraan yang melintas menjadi lebih mudah tergelincir pada kondisi jalan seperti ini.

Pengausan dapat terjadi dikarenakan penggunaan agregat yang tidak tahan aus terhadap roda-roda kendaraan atau agregat yang tidak berbentuk cubical, misalnya agregat berbentuk bulat dan licin. Kerusakan semacam ini bisa diatasi dengan menutup area permukaan jalan aspal yang rusak dengan buras, latasir atau latasbun.

7.     Stripping

Kerusakan stripping atau pengelupasan lapisan permukaan dapat terjadi dikarenakan kurangnya ikatan antara lapisan bawah jalan dan lapisan permukaan, atau lapisan permukaan yang terlampau tipis. Untuk kerusakan seperti ini, langkah perbaikan yang bisa dilakukan bukanlah dengan penambalan melainkan bagian yang rusak terlebih dahulu harus digaruk, kemudian diratakan. Barulah setelah itu dilapisi dengan buras.


Senin, 22 Juni 2020

PENGENDALIAN KETERLAMBATAN PEKERJAAN DI LAPANGAN TERHADAP PROGRES RENCANA YANG TELAH DI BUAT

Kasus Pertama :
Bagaimana solusi teknis jika adanya progress keterlambatan pekerjaan di lapangan terhadap progress rencana yang telah dibuat.


1.      Pengertian Penyedia Jasa
Undang-undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi menyebutkan bahwa penyedia jasa adalah orang perseorangan/badan yang kegiatan usahanya adalah menyediakan layanan jasa konstruksi, yang terdiri dari konsultan perencana, konsultan pengawas, dan kontraktor. Pengertian dari masing-masing penyedia jasa akan dijelaskan sebagai berikut ini :
a. Konsultan perencana adalah penyedia jasa orang/badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan atau bentuk lain.
b. Konsultan pengawas adalah penyedia jasa orang/badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pekerjaan sampai dengan selesainya pekerjaan.
c. Kontraktor adalah penyedia jasa orang/badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatan untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lainnya.

2.      Proses Manajemen
Menurut Austen (1984), yang dimaksud dengan proses manaje men adalah suatu proses untuk memanfaatkan sumber daya manusia dan sumberdaya lainnya untuk mencapai tujuan tertentu. Manajemen tergantung pada komunikasi yang jelas, dan kemampuan untuk melontorkan pemikiran, gagasan, informasi serta instruksi dengan cepat dan efektif diantara orang-orang yang keterampilan teknis dan minatnya berbeda-beda. Proses manajemen atau sering juga disebut Fungsi Manajemen, dalam satu kesatuan sebagai berikut dibawah ini :
a. Penempatan tujuan (goal setting). Penetapan tujuan merupakan tahapan awal dari proses manajemen. Tujuan merupakan misi sasaran yang akan tercapai.
b.  Perencanaan (planning). Perencanaan merupakan proses pemilihan informasi dan pembuatan asumsi-asumsi mengenai keadaan dimasa yang akan datang untuk merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
c. Staffing adalah proses manajemen yang berkenaan dengan pengerahan (recruitment), penempatan, pelatihan, dan pengembangan tenaga kerja dalam organisasi. Pada dasarnya prinsip dari tahapan proses manajemen itu adalah menempatkan orang yang sesuai pada tempat yang sesuai dan pas pada saat yang tepat (right people, right position, right time). 
d. Directing. Directing adalah usaha untuk memobilisasi sumber-sumber daya yang dimiliki oleh organisasi agar dapat bergerak dalam satu kesatuan yang sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Dalam tahapan proses ini terkandung usahausaha bagaimana memotivasi orang-orang agar dapat bekerja.
e. Supervising, Supervising didefinisikan sebagai interaksi langsung antara individuindividu dalam suatu organisasi untuk mencapai kinerja kerja serta tujuan organisas i tersebut.
f. Pengendalikan (Controlling). Controlling yaitu panduan atau aturan untuk melaksanakan aktifitas suatu usaha atau bagian-bagian lain dari usaha tersebut untuk tercapainya tujuan yang telah disepakati.

3.     Kegiatan Proyek
Menurut Imam Soeharto (1993), suatu rangkaian kegiatan dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu kegiatan rutin dan kegiatan proyek. Kegiatan rutin adalah suatu kegiatan terus menerus yang berulang dan berlangsung lama, sedangkan kegiatan proyek adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang pendek. Oleh karena itu, suatu kegiatan proyek mempunyai awal dan akhir kegiatan yang jelas serta hasil kegiatan yang bersifat unik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan proyek merupakan suatu rangkaian kegiatan yang mempunyai cirri-ciri sebagai berikut ini : 
a. Dimulai dari awal proyek (awal rangkaian kegiatan) dan diakhiri dengan akhir proyek (akhir rangkaian kegiatan), serta mempunyai jangka waktu yang terbatas.
b. Rangkaian kegiatan proyek hanya satu kali sehingga menghasilkan produk yang bersifat unik. Jadi tidak ada dua atau lebih proyek yang identik, yang ada adalah proyek yang sejenis.

4.      Tahapan Proyek
Menurut Austen (1984), tahapan utama proyek konstruksi terdiri dari 5 tahap, yaitu : 
a. Tahap brifing bertujuan memungkinkan klien menjelaskan fungsi proyek dan biaya yang diijinkan, sehingga para arsitek, insinyur, surveyor kuantitas dan anggota lain kelompok perancang dapat secara tepat menafsirkan keinginannya dan menafsirkan biaya. Yang harus dilakukan selama tahap brifing adalah :
1)      Menyusun rencana kerja dan menunjuk para perancang dan ahli;
2)  Mempertimbangkan kebutuhan pemakai, keadaan lokasi dan lapangan, merencanakan rancangan, taksiran biaya, persyaratan mutu; 
3)    Mempersiapkan : Program data departemen, program data ruangan, jadwal waktu, sketsa dengan skala 1 : 1000, 1 : 1500 atau 1 : 2000, yang menggambarkan denah dan batas-batas proyek, taksiran biaya dan implikasinya dan rencana pelaksanaan.
     b. Tahap perencanaan dan perancangan bertujuan untuk melengkapi penjelasan proyek dan menentukan tata letak, rancangan, metode kons truksi dan taksiran biaya agar mendapat persetujuan yang perlu dari klien dan pihak berwenang yang terlibat. Kegiatan pada tahap ini meliputi : 
1). Mengembangkan ichtisar proyek menjadi penyelesaian akhir.
2). Memeriksa masalah teknis
3). Meminta persetujuan dari klien
4). Mempersiapkan rancangan sketsa/pra rancangan, termasuk taksiran biaya, rancangan terinci, spesifikasi dan jadwal, daftar kuantitas, taksiran biaya akhir, program pelaksanaan pendahuluan, termasuk jadwal waktu.

a.    Tahap pelelangan (tender) menunjuk kontraktor bangunan, atau sejumlah kontraktor yang akan melaksanakan konstruksi. Kegiatan pada tahap ini untuk mendapatkan penawaran dari para kontraktor untuk pembangunan gedung dan untuk menyerahkan kontrak. Dalam tahap ini klien terkait kuat pada sebagian besar pengeluaran proyek, jadi prosedur serta proses harus didifinisikan secara cermat dan ketat.
b.   Tahap konstruksi atau tahap pelaksanaan pembangunan bertujuan membangun bangunan dalam batasan biaya dan waktu yang telah disepakati, mutu yang telah disyaratkan. Kegiatan dalam tahap ini adalah : merencana, mengkoordinasi dan mengendalikan operasi lapangan.
c.    Tahap persiapan penggunaan bertujuan menjamin agar bangunan yang telah selesai dibangun sesuai dokumen kontrak, dan semua fasilitas bekerja sebagaimana mestinya. Kegiatannya adalah :
1). Mempersiapkan catatan pelaksanaan
2). Meneliti bangunan dengan cermat dan memperbaiki kerusakan
3). Menguji sifat kedap air bangunan
4). Memulai menguji dan menyesuaikan semua fasilitas
5). Mempersiapkan petunjuk operasi serta pedoman pemeliharaan
6). Melatih staff

Sedangkan menurut Dipohusodo (1996) tahapan konstruksi dibagi menjadi 5 tahap yaitu :
a.    Tahap pengembangan konsep, adapun kegiatan yang dilakukan dalan tahap ini adalah melakukan survey pendahuluan dengan investigasi lapangan dimana proyek akan dilaksanakan. Hal ini akan mengungkapkan informasi-informasi yang sangat diperlukan dalam pembuatan konsep proyek. Seperti misalnya informasi mengenai upah tenaga kerja setempat, harga material, perizinan pemerintah setempat, kemampuan penyedia jasa setempat baik kontraktor maupun konsultan, informasi mengenai iklim disekitar lokasi proyek yang digunakan untuk menganti sipasi kendala yang dapat diakibatkan oleh cuaca dan lain sebagainya.
a.    Tahap perencanaan, adapun kegiatan yang dilakukan adalah pengajuan proposal, survey lanjutan, pembuatan desain awal/sketsa rencana (preliminary design) dan perancangan detail (detail design), keempat kegiatan ini tidak dapat dipisahkan satu sama lain karena hasil kegiatan pertama akan berpengaruh pada kegiatan kedua dan selanjutnya. Tujuan dari tahap ini sebenarnya untuk mendapatkan rencana kerja final yang memuat pengelompokan pekerjaan dan kegiatan secara terperinci. Adapun sasaran pokok rencana kerja final adalah :
1)      Dengan menggunakan sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan maka akan didapat harga kontrak konstruksi dan material yang lebih pasti, bernilai tetap dan bersaing, sehingga tidak akan melewati batas anggaran yang tersedia.
2)      Pekerjaan akan dapat diselesaikan sesuai dengan kualitas dan dalam rentang waktu seperti yang telah direncanakan atau ditetapkan.
b.   Tahap pelelangan, kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan administrasi untuk pelelangan sampai dengan terpilihnya pemenang lelang.
c.    Tahap Pelaksanaan Konstruksi, dalam tahap ini adapun kegiatan yang dilakukan antara lain persiapan lapangan, pelaksanaan konstruksi fisik proyek sampai dengan selesainya konst ruksi itu sendiri. Salah satu kegiatan yang cukup penting pada saat pelaksanaan konstruksi fisik adalah kegiatan pengendalian biaya dan jadwal konstruksi, untuk pengendalian biaya konstruksi hal-hal yang harus diperhatikan adalah alokasi biaya untuk sumber daya proyek mulai dari tenaga kerja, peralatan sampai dengan material konstruksi, sedangkan pengendalian jadwal diupayakan agar setiap kegiatan dalam proyek berjalan sesuai dengan yang direncanakan, dalam hal ini semua pihak yang terlibat diharapkan bisa menggunakan berbagai sumber daya yang dimiliki agar tujuan proyek tercapai dengan baik.
d.   Tahap pengoperasian, setelah konstruksi fisik selesai maka penyedia jasa akan menyerahkannya kepada pengguna jasa untuk dioperasikan, dalam tahap ini penyedia jasa masih memiliki tanggung jawab untuk memelihara bangunan tersebut sesuai dengan perjanjian.

5.      Tahapan Pelaksanaan
Menurut  Austen (1984), kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini adalah merencanakan, mengkoordinasi, dan mengendalikan semua operasional dilapanagan. Perencanaan dan pengendalian proyek secara umum meliputi 4 macam :
a.    Perencanaan dan pengendalian jadwal waktu proyek
b.   Perencanaan dan pengendalian organisasi lapangan
c.    Perencanaan dan pengendalian tenaga kerja
d.   Perencanaan dan pengendalian peralatan dan material

Koordinasi seluruh operasi dilapangan meliputi 2 macam :
a.    Mengkoordinasi seluruh kegiatan pembangunan, baik untuk bangunan sementara maupun bangunan permanen, serta semua fasilitas dan perlengkapan yang terpasang.
b.   Mengkoordinasi para sub kontraktor ( dari Jadwal,  Perubahan Pekerjaan, Peraturan Pemerintahan, Pengadaan Bahan dan Alat, Kualitas tenaga, Kualitas bahan dan alat, Pemeriksaan dan Pengawasan Perencanaan dan spesifikasi teknis Lokasi Proyek, Produktifitas, Jadwal Konstruksi, Ekonomi Biaya Tinggi, Rekayasa Nilai, Pelatihan Pekerja).

Sedangkan masalah-masalah yang berpengaruh terhadap waktu pelaksanaan konstruksi lebih banyak disebabkan oleh mekanisme penyelenggaraan seperti keterlambatan pengadaan material dan peralatan, keterlambatan jadwal perencanaan, perubahan-perubahan pekerjaan selama berlangsungnya konstruksi, kelayakan jadwal konstruksi, masalah-masalah produktifitas, peraturan-peraturan dari pemerintah mengenai keamanan perencanaan dan metode konstruksi, dampak lingkungan, kebijakan dibidang ketenaga kerjaan dan lain sebagainya.

6.      Pengertian Keterlambatan
Pengertian keterlambatan menurut Ervianto (2005) adalah sebagai waktu pelaksanaan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana kegiatan sehingga menyebabkan satu atau beberapa kegiatan mengikuti menjadi tertunda atau tidak diselesaikan tepat sesuai jadwal yang telah direncanakan. Menurut Levis dan Atherley (1996), jika suatu pekerjaan sudah ditargetkan harus selesai pada waktu yang telah ditetapkan namun karena suatu alasan tertentu tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan pekerjaan itu mengalami keterlambatan. Hal ini akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan yang terjadi dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun keduanya. Adapun dampak keterlambatan pada klien atau owner adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatkan biaya langsung yang dikeluarkan yang berarti bahwa bertambahnya pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan dan lain sebagainya serta mengurangi keuntungan. Menurut Callahan (1992), keterlambatan (delay) adalah apabila suatu aktifitas atau kegiatan proyek konstruksi mengalami penambahan waktu, atau tidak diselenggarakan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Keterlambatan proyek dapat diidentifikasi dengan jelas melalui schedule. Dengan melihat schedule, akibat keterlambatan suatu kegiatan terhadap kegiatan lain dapat terlihat dan diharapkan dapat segera diantisipasi. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proyek mengalami keterlambatan apabila tidak dapat diserahkan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa pada tanggal serah terima pekerjaan pertama yang telah ditetapkan dikarenakan suatu alasan tertentu. 

7.      Penyebab Keterlambatan
Dalam suatu proyek konstruksi banyak yang mungkin terjadi yang dapat mengakibatkan meningkatnya waktu dari suatu kegiatan ataupun mundurnya waktu penyelesaian suatu proyek secara keseluruhan. Beberapa penyebab yang paling sering terjadi antara lain : perubahan kondisi lapangan, perubahan desain atau spesifikasi, perubahan cuaca, ketidak tersedianya tenaga kerja, material, ataupun peralatan. Dalam bagian ini akan diterangkan beberapa pendapat para ahli mengenai penyebab-penyebab keterlambatan. Menurut Levis dan Atherley dalam Langford (1996) mencoba mengelompokkan penyebab-penyebab keterlambatan dalam suatu proyek menjadi tiga bagian yaitu :
a.    Excusable Non-Compensable Delays, penyebab keterlambatan yang paling sering mempengaruhi waktu pelaksanaan proyek pada keterlambatan tipe ini, adalah :
1)      Act of God, seperti gangguan alam antara lain gempa bumi, tornado, letusan gunung api, banjir, kebakaran dan lain-lain.
2)      Forse majeure, termasuk didalamnya adalah semua penyebab Act of God, kemudian perang, huru hara, de mo, pemogokan karyawan dan lain -lain.
3)      Cuaca, ketika cuaca menjadi tidak bersahabat dan melebihi kondisi normal maka hal ini menjadi sebuah faktor penyebab keterlambatan yang dapat dimaafkan (Excusing Delay).
b.   Excusable Compensable Delays, keterlambatan ini disebabkan oleh Owner client, kontraktor berhak atas perpanjangan waktu dan claim atas keterlambatan tersebut. Penyebab keterlambatan yang termasuk dalam Compensable dan Excusable Delay adalah:
1)      Terlambatnya penyerahan secara total lokasi (site) proyek
2)      Terlambatnya pembayaran kepada pihak kontraktor
3)      Kesalahan pada gambar dan spesifikasi
4)      Terlambatnya pendetailan pekerjaan
5)      Terlambatnya persetujuan atas gambar-gambar fabrikasi
c.    Non-Excusable Delays, Keterlambatan ini merupakan sepenuhnya tanggung jawab dari kontraktor, karena kontraktor memperpanjang waktu pelaksanaan pekerjaan sehingga melewati tanggal penyelesaian yang telah disepakati, yang sebenarnya penyebab keterlambatan dapat diramalkan dan dihindari oleh kontraktor. Dengan demikian pihak owner client dapat meminta monetary damages untuk keterlambatan tersebut. Adapun penyebabnya antara lain :
1)      Kesalahan mengkoordinasikan pekerjaan, bahan serta peralatan
2)      Kesalahan mengkoordinasikan pekerjaan, bahan serta peralatan
3)      Keterlambatan dalam penyerahan shop drawing/gambar kerja
4)      Kesalahan dalam mempekerjakan personil yang tidak cakap

Penelitian mengenai keterlambatan yang dilakukan oleh Levis dan Atherley dalam Langford (1996) pada 30 proyek bangunan gedung di India, yang dibangun antara tahun 1978 sampai tahun 1992 telah dapat mengidentifikasi beberapa penyebab keterlambatan, yaitu antara lain :
a.    Keterlambatan pembayaran oleh client owner
b.   Pelaksanaan tahapan pekerjaan yang jelek oleh kontraktor
c.    Kesalahan pengelolaan material oleh kontraktor
d.   Kekurangan tenaga kerja oleh kontraktor
e.    Hujan deras/lokasi pekerjaan yang tergenang air
f.    Keadaan tanah yang berbeda dari yang diharapkan
g.   Pekerjaan tambahan yang diminta oleh client owner
h.   Perubahan dalam pekerjaan plumbing, struktur, elektrikal
i.     Kesalahan dalam perencanaan dan spesifikasi
j.     Ketidak jelasan perencanaan dan spesifikasi
k.   Perubahan-perubahan dalam perencanaan dan spesifikasi
l.     Perubahan metode kerja oleh kontraktor
m. Kesalahan dalam mengenterprestasikan gambar atau spesifikasi
n.   Perencanaan schedule pekerjaan yang kurang baik oleh kontraktor
o.   Produktifitas yang kurang optimal dari kontraktor
p.   Perubahan scope pekerjaan konsultan
q.   Pemogokan yang dilakukan oleh kontraktor
r.     Memperbaiki pekerjaan yang sudah selesai
s.    Memperbaiki kerusakan suatu pekerjaan akibat pemogokan
t.     Terlambatnya persetujuan shop drawing oleh konsultan

Sedangkan menurut Assaf (1995), faktor -faktor penyebab keterlambatan pada proyek konstruksi bangunan gedung yang disebabkan oleh faktor bahan material adalah :
1)            Kekurangan bahan/material konstruksi
2)            Perubahan tipe dan spesifikasi material
3)            Lambatnya pengirimsn msterisl
4)            Kerusakan material akibat penyimpanan

8.      Tipe Keterlambatan
Jervis (1988), mengklasifikasikan keterlambatan menjadi 4 type :
a.    Excusable delay, yaitu keterlambatan kinerja kontraktor yang terjadi karena faktor yang berada diluar kendali kontraktor dan owner. Kontraktor berhak mendapat perpanjangan waktu yang setara dengan keterlambatan tersebut dan tidak berhak atas kompensasinya.
b.   Non Excusable delay, yaitu keterlambatan dalam kinerja kontraktor yang terjadi karena kesalahan kontraktor tidak secara tepat melaksanakan kewajiban dalam kontrak. Kontraktor tidak berhak menerima penggantian biaya maupun perpanjangan waktu.
c.    Compensable delay, keterlambatan dalam kinerja kontraktor yang terjadi karena kesalahan pihak owner untuk memenuhi dan melaksanakan kewajiban dalam kontrak secara tepat. Dalam hal ini kontraktor berhak atas kompensasi biaya dan perpanjangan waktu.
d.   Concurrent delay, yaitu keterlambatan yang terjadi karena dua sebab yang berbeda. Jika excusable delay dan compensable delay terjadi berbarengan dengan non excusable delay maka keterlambatan akan menjadi non excusable delay. Jika compensable delay terjadi berbarengan dengan excusable delay maka keterlambatan akan diberlakukan sebagai excusable delay. Menurut Donal S Barie (1984), keterlambatan dapat disebabkan oleh pihak-pihak yang berbeda, yaitu :
1)      Pemilik atau wakilnya (Delay caused by owner or his agent). Bila pemilik atau wakilnya menyebabkan suatu keterlambatan, katakan misalnya karena terlambat pemberian gambar kerja atau keterlambatan dalam memberikan persetujuan terhadap gambar, maka kontraktor umumnya akan diperkenankan untuk mendapatkan perpanjangan waktu dan juga boleh mengajukan tuntutan yang sah untuk mendapatkan kompensasi ektranya.
2)      Keterlambatan oleh pihak ketiga yang diperkenankan (Excusable triedparty delay). Sering terjadi keterlambatan yang disebabkan oleh kekuatan yang berbeda diluar jangkauan pengendalian pihak pemilik atau kontraktor. Contoh yang umumnya tidak dipersoalkan lagi diantaranya adalah kebakaran, banjir, gempa bumi dan hal yang lain disebut sebagai “tindakan Tuhan Yang Maha Kuasa”. Hal-hal lainnya yang sering kali menjadi masalah perselisihan meliputi pemogokan, embargo untuk pengangkutan, kecelakaan dan keterlambatan dalam menyerahkan yang bisa dimengerti. Termasuk pula yang tidak dapat dimasukkan dalam kondisi yang telah ada pada saat penawaran dilakukan dan keadaan cuaca buruk. Dalam hal ini dapat disetujui, tipe keterlambatan dari tipe-tipe ini umumnya menghasilkan perpanjangan waktu namun tidak disertai dengan konpensasi tambahan.
3)      Keterlambatan yang sebabkan kontraktor (contractor-caused delay). Keterlambatan semacam ini umumnya akan berakibat tidak diberikannya perpanjangan waktu dan tiada pemberian suatu konpensasi tambahan. Sesungguhnya pada situasi yang ektrim maka hal-hal ini akan menyebabkan terputusnya ikatan kontrak.

9.      Dampak Keterlambatan
Menurut Lewis (1996), keterlambatan akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun keduaduanya. Adapun dampak keterlambatan pada owner adalah hilangnya potensial income dari fasilitas yang dibangun tidak sesuai waktu yang ditetapkan, sedangkan pada kontraktor adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatnya biaya tidak langsung (indirect cost) karena bertambahnya pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan serta mengurangi keuntungan. Obrein JJ (1976), menyimpulkan bahwa dampak keterlambatan menimbulkan kerugian :
a.    Bagi pemilik, keterlambatan menyebabkan kehilangan penghasilan dari bangunan yang seharusnya sudah bisa digunakan atau disewakan.
b.   Bagi kontraktor, keterlambatan penyelesaian proyek beranti naiknya overhead karena bertambah panjang waktu pelaksanaan, sehingga merugikan akibat kemungkinan naiknya harga karena inflasi dan naiknya upah buruh, juga akan terta hannya modal kontraktor yang kemungkinan besar dapat dipakai untuk proyek lain.
c.    Bagi konsultan, keterlambatan akan mengalami kerugian waktu, karena dengan adanya keterlambatan tersebut konsultan yang bersangkutan akan terhambat dalam mengagendakan proyek lainnya.

10.      Mengatasi Keterlambatan
Menurut Dipohusodo (1996), selama proses konstruksi selalu saja muncul gejala kelangkaan periodik atas material-material yang diperlakukan, berupa material dasar atau barang jadi baik yang lokal maupun import. Cara penanganannya sangat bervariasi tergantung pada kondisi proyek, sejak yang ditangani langsung oleh staff khusus dalam organisasi sampai bentuk pembagian porsi tanggung jawab diantara pemberi tugas, kontraktor dan sub-kontraktor, sehingga penawaran material suatu proyek dapat datang dari sub-kontraktor, pemasok atau agen, importer, produsen atau industri, yang kesemuanya mengacu pada dokumen perencanaan dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Cara mengendalikan keterlambatan adalah :
a.    Mengerahkan sumber daya tambahan
b.   Melepas rintangan-rintangan, ataupun upaya-upaya lain untuk menjamin agar pekerjaan meningkat dan membawa kembali ke garis rencana
c.    Jika tidak mungkin tetap pada garis rencana semula mungkin diperlukan revisi jadwal, yang untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar penilaian kemajuan pekerjaan pada saat berikutnya.
d.   Membuat prosedur pembuatan dan perubahan gambar
e.    Membuat jadwal yang realistis
f.    Melakukan komunikasi dan koordinasi yang baik dengan owner
g.   Melakukan pengawasan terhadap penjadwalan
h.   Pemenuhan persyaratan pembayaran
i.     Pembuatan chek list yang komprehensif

 Menurut Ahyari (1987), untuk mengatasi keterlambatan bahan yang terjadi karena pemasok mengalami suatu hal, maka perlu adanya pemasok cadangan. Dalam penyusunan daftar prioritas pemasok, tidak cukup sekali disusun dan digunakan selanjutnaya. Daftar tersebut setiap periode tertentu harus diadakan evaluasi mengenai pemasok biasa dilakukan berdasarkan hubungan pada waktu yang lalu. Untuk mengetahui kualitas pemasok bisa dilihat dari karakteristik pola kebiasaan, pola pengiriman, cara penggantian atas barang yang rusak. Sedangkan menurut Donal S Baffie (1990), sekalipun sudah dipergunakan prosedur yang terbaik, namun permasalahan akan timbul juga. Kadang-kadang terjadi suatu perubahan rencana kontraktor itu sendiri yang memerlukan barang kritis harus lebih dipercepat lagi penyerahannya dari tanggal yang sudah disetujui sebelumnya. Keterlambatan lain mungkin timbul dari pihak pemasok atau kontraktor, atau pada proses pengiriman dan lain-lain. Tugas dari ekspeditur profesional yang berpengalaman adalah menentukan cara yang efektif dalam menjaga agar pengadaan barang tetap sesuai jadwal yang telah diteta pkan dengan pengaruh kerugian sekecil mungkin. Bila suatu material tidak dapat diperoleh lagi atau menjadi sangat mahal, maka spesialis pengadaan harus mengetahui tempat memperoleh material pengganti (substitusi) yang akan dapat memenuhi atau melampaui persyaratan aslinya.

Berikut contoh kurva yang Kasusnya pada minggu ke 9 sampe minggu ke 12 mengalamai keterhambatan progres yang telah di buat sebeleumnya dan pada minggu ke 13 terjadi peningkatan pengerjaaan volume pekerjaan untuk mengejar keterlambatan progres sebelumnya. Contoh kurva S di bawah sebagai berikut